Paijo

Selasa, 29 Maret 2016

Definisi Milikan (Milkiyyah) dan Kepemilikan atas Hak dan Manfaat



·         KEPEMILIKAN DAN KARAKERISTIKNYA
a.       Definisi Kepemilikan dan Milik
Kepemilikan atau milik adalah hubungan antara manusia dan harta yang diakui oleh syariat dan membuatnya memiliki kewenangan terhadapnya, dan ia berhak melakukan tasharruf apa saja selama tidak ada larangan yang menghalanginya untuk itu.
Milik secara bahasa ialah: hiyazah (penguasaan) seseorang terhadap harta dan kemandirian dalam mengelolanya. Para ulama mendefinisikan Milik ialah sebagai berikut, “otoritas atau kewenangan terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan memungkinkan sang pemilik untuk melakukan tasharruf  sejak awal, kecuali jika ada penghalang secara syar’i.”
b.      Bisa dan Tidaknya Harta Untuk Dimiliki
Pada prinsipnya, harta secara tabiatnya bisa untuk dimiliki. Akan tetapi, terkadang ada hal-hal yang membuatnya tidak bisa untuk dimiliki pada semua atau sebagian konidisi. Dengan demikian, dari sisi bisa dan tidaknya untuk dimiliki, harta terbagi kepada tiga macam.
1.      Tidak Bisa Diberikan dan Dimiliki dalam Kondisi Apapun
Yaitu sesuatu yang dikhususkan untuk kepentingan umum seperti jalan-jalan umum, jembatan, benteng, jalan tol, sungai, museum, dan sebagainya. Hal-hal tersebut tidak bisa untuk dimiliki, karena telah dikhususkan untuk kepentingan umum.
  1. Tidak Bisa untuk Dimiliki Kecuali dengan Sebab yang Syar’i
Yakni, seperti harta-harta yang diwakafkan dan asset Baitul Mall, atau harta-harta yang bebas dalam istilah ahli hukum.
  1. Boleh Dimiliki Secara Mutlak Tanpa Ada Syarat
Yaitu, seluruh harta selain dua jenis sebelumnya.

  1. MACAM-MACAM MILIK
Milik dilihat dari sifatnya dapat dibagi menjadi dua.
  1. Milik Taam (Sempurna), yaitu kepemilikan terhadap zat dari sesuatu sekaligus manfaatnya, dimana si pemilik memiliki seluruh hak yang disyaratkan.diantara karakternya milik sempurna bersifat mutlak dan kontinyu, tidak terbatas dengan masa tertentu.
  2. Milik Naqish (Kurang), adalah kepemilikan terhadap bendanya saja atau manfaatnya saja. Memiliki manfaatnya saja disebut dengan hak intifa’ (hak penggunaan).
  1. MACAM-MACAM MILIK NAQISH (Kurang)
  1. Kepemilikan terhadap benda saja.
Yang dimaksud adalah benda tersebut adalah milik seseorang tetapi manfaatnya milik orang lain, seperti seseorang mewasiatkan rumah kepada orang lain selama hidupnya atau selama tiga tahun.
  1. Kepemilikan terhadap Manfaat Secara Individu Atau Hak Intifa’
Ada lima hal yang menyebabkan kepemilikan terhadap manfaat yaitu:
Penjamin menurut jumhur hanafiyyah dan malikiyyah, penjamin adalah pemberian kewenangan untuk memanfaatkan sesuatu tanpa konpensasi akan tetapi, ia tidak berhak untuk menyewakannya.
Penyewaan adalah memberikan wewenangan untuk memanfaatkan sesuatu dengan konpensasi.
Wakaf adalah menahan suatu benda untuk dimiliki oleh siapa pun lalu mengalokasikan pemanfaatnya kepada pihak yang diwakafkan.
Wasiat Pemanfaat adalah wasiat untuk memiliki hak pemanfaatan pada sesuatu yang diwasiatkan dan pihak yang diberi wasiat berhak mendapatkan manfaat secara sempurna, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.
Pembolehan yaitu berarti memilik hak untuk memanfaatkan sesuatu secara langsung atau dengan menguasainya sebagaimana pendapat hanafiyyah, maupun manfaat yang bersifat individu. 
  • Karakteristik hak manfaat atau pemanfaatan secara individu
  1. Kepemilikan Naqish bisa dibatasi oleh waktu, tempat, dan sifat ketika ada.
  2. Tidak bisa diwarisi menurut hanafiyyah.
  3. Pemilik hak berhak menerima barang yang akan dimanfaatkan meskipun ada keterpaksaan dari pemilik barang.
  4. Pengguna barang wajib menanggung segala biaya yang dubutuhkan.
  5. Setelah selesai digunakan, pengguna barang wajib menyerahkan barang kepada pemilknya.
  • Berakhirnya masa pemanfaatan
  1. Berakhirnya masa yang telah ditentukan.
  2. Barang yang dimanfaatkan telah hancur.
  3. Pengguna barang telah meninggal.
Hak Atas Air Irigasi (haqqusy syiribi)
Air dalam kaitannya dengan haki ada empat macam:
  1. Air sungai umum. Setiap orang boleh memanfaatkan dan menggunakannya, baik untuk dirinya, namun dengan syarat tidak merugikan orang lain.
  2. Air parit dan air sungai khusus milik perorangan. Setiap orang berhak mengguanakannya untuk memenuhi kebutuhan air minum binatangnya (haqqusy syafah). Namun selain pemiliknya tidak boleh menggunakannya untuk keperluan mengairi ladang (haqqusy syurbi) kecuali dengan ijin si pemiliknya.
  3. Sumber mata air, air sumur dan air kolam penampungan milik perorangan. Hak pada jenis ini sama dengan hak pada jenis air nomor.
  4. Air yang disimpan pada tempat khusus seperti kunci dan tangki. Disini tidak ada orang yang memiliki hak untuk menggunakannya dalam bentuk apapun kecuali harus dengan dengan se izin pemiliknya.
Hak aliran air irigasi (haqqul majra)
            Yaitu hak pemilik ladang yang terletak jauh dari kanal untuk mengalirkan air irigasi melewati ladang milik orang lain yang terletak bersebelahan menuju ke ladangnya itu.
Haqqul masiil
            Yaitu saluran air yang terletak di permukaan tanah (got, selokan) atau pipa-pipa yang dibuat yang memiliki fungsi untuk pembuangan air yang sudah tidak dibutuhkan lagi atau yang sudah tidak layak pakai hingga sampai kesaluran pembuangan utama atau penampungan akhir.
Hak Lewat (haqqul muruur)
            Yaitu hak pemilik tanah yang terletak dibagian dalam untuk ke tanahya itu melalui jalan yang ia lalui, baik apakah jalan tersebut adalah jalan umum yang tidak menjadi milik siapapun, maupun jalan khusus milik orang lain (lorong).
  1. Hak jiwar
Jiwar ada dua macam: “alawi dan janibi”, dan didalamnya terdiri dua hak:
  1. Hak ta’alli yang dimiliki oleh orang yang berbeda.
  2. Hak jiwar janibi yang dimiliki oleh setiap tetangga terhadap tetagganya yang lain.
Tiga hal yang berhubungan dengan hak irtifaq
  1. Perbedaan antara hak irtifa dengan hak intifa’ individu
a.       Hak irtifaq hanya berlaku untuk masalah ‘aqar, yang menyebabkan berkurangnya nilai ‘aqar tersebut.
b.      Hak irtifaq berlaku untuk ‘aqar kecuali hak jiwar yang boleh jadi berlaku untuk individu atau ‘aqar.
c.       Hak irtifaq adalah hak kontinu yang mengikat pada ‘aqar meskipun banyak pemiliknya.
d.      Hak irtifaq bisa diwariskan.
  1. Karakteristik hak irtifaq
  2. Sebab-sebab munculna hak irtifaq.
a.       Kepemilikan umum.
b.      Pensyaratan dalam akad.
c.       Taqqaddum (masa yang lama)
E. FAKTOR-FAKTOR KEPEMILIKAN SEMPURNA
Ø  Penggunaan terhadap sesuatu yang bersifat mubah.
            Pengguanaan terhadap mubah terbagi menjadi empat macam:
1)      Ihyaa' al-Mawaat yaitu mengelola tanah yang gersang. Al-mawaat berarti tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan sama sekali serta berada diluar daerah.
2)      Ishthiyad (berburu) yaitu meletakan tangan pada sesuatu yang mubah dan belum dimiliki siapapun.


3)      Penguasaan terhadap kala’ (rumput-rumputan) dan Ajam
Kala’ adalah rumput-rumputan yang tumbuh di tanah  yang tidak ditanami yang digunakan untuk mengembala. Sementara, Ajam adalah pohon-pohon lebat yang tumbuh  di hutan atau daerah yang tidak ada pemiliknya.
4)      Penggunaan terhadap Ma’aadin (Bahan Tambang) dan Kunuuz (Harta Terpendam)
Ma’aadin adalah segala sesuatu yang terdapat didalam bumi dari awal penciptaan dan bersifat alami seperti emas, perak, tembaga dan lain sebagainya. Sementara, Kunuz adalah harta yang ditimbun oleh manusia didalam tanah, baik dimasa lalu maupun dimasa islam.
Ø  Akad-akad yang memindahkan sebuah kepemilikan.
Akad-akad seperti jual-beli, hibah, wasiat dan sebagainya merupakan sumber utama kepemilikan. Akad-akad tersebut juga paling merata dan banyak digunakan dalam kehidapan sehari-hari.
Ø  Al-khalafiyyah
Yaitu, seseorang melimpahkan pada orang lain apa yang dimilikinya atau menempatkan sesuatu diposisi yang lain.
Hukum Al-Ma’aadin
            Ulama malikiyyah berpendapat bahwa semua jenis harta Al-Ma’aadin tidak bisa dimiliki dengan cara menguasainya, sebagaimana pula juga tidak bisa dimiliki karena mengikuti kepemilikan lahan. Akan tetapi semuanya itu adalah milik negara dan dikelola oleh pemerintah sesuai dengan kemaslahatan. Karena tanah statusnya adalah dimiliki oleh negara dengan berdasarkan aktifitas penaklukan Islam.
`           sementara itu, ulama hanafiyyah mengatakan bahwa harta al-ma’aadin dimiliki dengan berdasarkan kepemilikan lahan dimana al-ma’aadin itu ditemukan. Karena suatu lahan apabila telah dimiliki, maka semua bagian juga ikut dimiliki. Apabila ditemukan dilahan yang tidak bertuan, maka itu menjadi milik si penemu.
            Hukum Al-Kunuuz (Harta Terpendam)
            Harta terpendam ada dua, yaitu:
  1. Harta terpendam Islam, yaitu harta terpendam yang memiliki semacam tanda atau tulisan yang menunjukan bahwa harta itu dipendam setelah kemunculan islam, seperti tulisan kalimat syahadat atau mushaf.
  2. Harta terpendam jahiliyyah, yaitu harta yang memiliki semacam tanda atau tulisan yang menunjukan bahwa harta tersebut dipendam sebelum era islam, seperti pahatan, gambar reliep, arca, atau patung.
Harta terpendam islam statusnya tetap menjadi milik si pemilik. Oleh karena itu tidak bisa  menjadi milik orang yang menemukannya, akan tetapi dikategorikan sebagai harta temuan (al-luqathah), sehingga si penemu harus mengumumkannya. Apabila ia menemukan pemiliknya, maka ia harus mengembalikannya. Dan apabila ia tidak menemukannya, maka ia menyedahkannya kepada kaum fakir miskin, dan si fakir halal memanfaatkannya. Ini adalah pendapat ulama hanafiyyah.
Sementara itu ulama malikiyyah, ulama syafiyyah dan ulama hanabilah berpandangan bahwa si penemunya boleh memilikinya dan memanfaatkannya, akan teteapi jika dikemudian hari ia menemukan orang yang memilikinya, maka ia harus menggantinya.
F. Akad-akad pemindahan kepemilikan
  1. Akad-akad yang bersifat paksaan yang diberlakukan oleh otoritas pengadilan secara langsung mewakili pemilik yang sebenernya, seperti menjual secara paksa harta dan asset kekayaan pihak yang berutang untuk menutupi utang-utangnya.

  1. Pencabutan kepemilika harta secara paksa. Disini terdapat dua bentuk:
  1. Syuf’ah (hak untuk mengambil alih kepemilikan secara paksa). Menurut ulama hanafiyyah, syuf’ah adalah hak syariik (seseorang yang ikut memiliki bagian dari suatu harta tidak bergerak yang dijual) atau hak seeorang yang memiliki harta tidak bergerak yang dijual tersebut (aj-laar al-mulaashiq) untuk mengambil kepemilikannya  secara paksa dari pihak pembeli dengan cara memberinya ganti harga dan ongkos perawatan hartatidak bergerak itu yang telah dikeluarkan oleh pihaknya.
  2. Mengambil alih kepemilikan untuk kepentingan umum, yaitu mengambil alih kepemilkan suatu tanah milik seseorang secara paksa dengan memebrinya kompensasi sesuai dengan harga yang adil untuk tanah itu karena ada kondisi darurat atau demi kemaslahatan umum.
G. Al-Khalafiyyah (Pergantian Kepemilikan)
            Al-khalafiyyah adalah seorang individu menjadi pengganti bagi seorang individu yang lain di dalam apa yang dimilikinya, atau sesutu  sesuatu menempati posisi sesuatu posisi yang lain.
            Harta Kekayaan dan Kepemilikan Dalam Penilaian dan Perspektif Islam
            Kepemilikan adalah, kekuasaan yang menjadi batas (haajiz) yang secara syara’ menjadikan seseorang boleh melakukan pentasharufann terhadap apa yang dimilikinya kecuali jika ada sesuatu hal yang menjadi penghalang untuk itu.
            Harta kekayaan pada hakekatnya adalah milik Allah SWT sebagaimana dalam al-qur’an, seperti ayat, “kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Sementara kepemilikan manusia terhadap harta hanyalah bersifat “majaz” atau tidak dalam arti yang sesungguhnya.


            Batasan-batasan Kepemilikan
            Batasan-batasan kepemilikan ada tiga kategori, antara lain:
  1. Tidak menimbulkan kemudharatan dan kerugian kepada orang lain.
Sesungguhnya hak-hak yang ditetapkan atas suatu kepemilikan memiliki dua asas, yaitu:
  1. Tidak menimbulkan mudharat dan kerugian bagi orang lain.
  2. Memberikan manfaat bagi orang lain jika memang disana tidak ada kemudharatan dan kerugian yang menimpa si pemilik.
Kemudharatan menurut para ulama ada empat kategori, seperti berikut:
  1. Kemudharatan yang bisa dipastikan akan terjadi.
  2. Kemudharatan yang sangat rentan terjadi.
  3. Kemudharatan yang besar namun tidak lumrah untuk terjadi.
  4. Kamudharatan yang kecil.
  1. Larangan terhadap suatu kepemilikan pribadi atau individu dalam beberapa kondisi tertentu.
Ketiga macam harta yang tidak bisa untuk dimiliki secara individu adalah sebagai berikut:
  1. Harta kekayaan yang memiliki kemanfaatan umum, seperti masjid, jalan, sungai, harta wakaf untuk kepentingan sosial dan fasilitas-fasilitas lainnya yang fungsinya tidak bisa dicapai kecuali jika statusnya adalah milik umum.
  2. Harta kekayaan yang sudah ada secara alamiah, seperti barang tambang, minyak bumi, batu, air. Barang-barang ini tidak dikarenakan diproduksi oleh manusia, akan tetapi ada secara alamiah berdasarkan penciptaan Allah SWT.   
  3. Harta kekayaan yang kepemilikannya akan berpindah dartangan individu dari tangan individu ke tangan negara, atau harta kekayaan yang negara memiliki kewenangannya terhadapnya. Harta kekayaan yang status kepemilikannya akan berpindah dari tangan individu ke tangan negara misalnya adalah, harta kekayaan yang statusnya akan masuk kedalam baitul mall, seperti harta hilang atau harta kekayaan orang yang meninggal dunia dan tidak ada pihak yang berhak menjadi warisnya. Karena baitul mall adalah, “pewaris orang yang tidak memiliki ahli waris.
  1. Adanya hak-hak kelompok yang terdapat di dalam kepemilikan individu
Kelompok komunitas atau negara memiliki hak-hak yang terdapat di dalam harta kekayaan dan kepemilikan individu yang penunaian hak-hak itu bisa menjadi sarana “pemecahan” dan pemerataan kekayaan yang besar. Karena Islam tidak menginginkan kondisi dimana asset-asset kekayaan dan kepemilikan hanya menumpuk dan terakumulasi di tangan orang-orang tertentu saja. Oleh karena itu, orang-orang yang dalam kondisi butuh sudah seharusnya memiliki bagian di dalam harta kekayaan orang-orang kaya demi menciptakan keadilan  sosial dalam hal pemerataan kekayaan. Begitu juga, orang-orang kaya harus ikut andil menyokong dan menopang sumber-sumber pendapatan kas negara demi menjaga eksistensi umat.
Hak-hak umum komunitas di dalam harta kekayaan orang-orang kaya, atau sumber-sumber pendapatan negara adalah sebagai berikut:
  1. Zakat
Zakat adalah sebuah peraturan dalam islam yang bersifat keharusan yang diberlakukan atas orang-orang kaya. Negara bertugas mengumpulkan zakat dari para pemilik kapital dan berhak memaksa mereka untuk membayarnya.
Zakat diambil dari aset-aset kekayaan yang berkembang dan produktip, yaitu ada empat macam menurut tradisi kaum muslimin pada masa lalu.
  1. Binatang ternak, yaitu unta, lembu dan kambing yang pada masa satu tahun, lebih sering digembalakan dikawasan merumput yang mubah.
  2. Emas dan Perak (dinar dan dirham) dengan kadar zakat yang harus dibayarkan adalah seperempat puluh (2,5%), dan pada masa sekarang diperankan oleh mata uang kertas.
  3. Aset-aset dagang dengan kadar zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5%.
  4. Hasil pertanian dan buah-buahan dengan kadar zakat yang harus dibayarkan adalah seperspeluh (10%) untuk hasil pertanian dan buah-buahan yang pengairannya tanpa menggunakan alat, sedangkan jika dengan menggunakan alat maka kadar zakat yang harus dibayar adalah seperduapuluh (5%)
  1. Suplai pendanaan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang diperlukan untuk membela dan mempertahankan negara (militer)
Apabila kas negara tidak mencukupi untuk pendanaan kebutuhan bela negara atau jihad di jalan Allah SWT maka negara harus menerapkan semacam pajak yang diambil dari harta penduduk dengan jumlah yang disesauikan dengan yang dibutuhkan sebagai bentuk pengalaman prinsip al-mashaalihul mursalah. Banyak ulama islam yang menegaskan hal ini, di antaranya adalah Al-Ghazali, Al-Qarafi, Asy-Syathibi, Ibnu Hazm, Al-‘Izz Ibnu Abdis dan Ibnu Abidin.
  1. Dana Bantuan Untuk Masyarakat Miskin
Negara juga berhak menuntut orang-orang kaya untuk memberi bantuan kepada kelompok masyarakat miskin. Rasulullah SAW. Bersabda di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ali Ibnu Abi Thalib r.a., “sesungguhnya Allah SWT. Mewajibkan atasmasyarakat kaya dari kaum muslimin didalam harta mereka sekadar yang bisa membantu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin dari kaum muslimin. Orang-orang miskin tidak akan mengalami kepayahan tatkala mereka lapar atau telanjang kecuali akibat ulah  dan perbuatan orang-orang kaya. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah SWT akan menghisab yang berat dan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar